PESSEL - Pelajar di SMAN 2 Sutera di Kecamatan Sutera, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat membayar puluhan ribu rupiah per bulan untuk gaji guru honorer, perbaikan prasarana sekolah yang rusak, dan transportasi anggota komite sekolah yang mengikuti rapat.
"Pelajar kelas X mereka membayar Rp60 ribu per bulan, sementara kelas XI dan XII Rp50 per bulan, " kata narasumber redaksisatu.co.id di Painan, Sabtu.
Baca juga:
Catatan Akhir Tahun KPK Menyongsong 2022
|
Khusus gaji untuk guru honorer ia mengaku tidak tahu persis besarannya, namun untuk transportasi anggota komite sekolah mencapai Rp150 ribu per sekali rapat.
Ia menambahkan, agar aksi tersebut berjalan lancar, pungutan terhadap pelajar diberi nama "uang komite sekolah".
"Kenapa saya berani menyebut praktik itu sebagai pungutan, karena definisinya telah diatur pada pasal 1 ayat (2) Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012 tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan, " tegasnya.
Pada Permendikbud itu, lanjutnya, disebutkan bahwa pungutan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa pada satuan pendidikan dasar yang berasal dari peserta didik atau orangtua/wali secara langsung yang bersifat wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya ditentukan oleh satuan pendidikan dasar.
Sementara sumbangan adalah penerimaan biaya pendidikan baik berupa uang dan/atau barang/jasa yang diberikan oleh peserta didik, orangtua/wali, perseorangan atau lembaga lainnya kepada satuan pendidikan dasar yang bersifat sukarela, tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan oleh satuan pendidikan dasar baik jumlah maupun jangka waktu pemberiannya.
"Dan di SMAN 2 Sutera itu sifatnya wajib, mengikat, serta jumlah dan jangka waktu pemungutannya pun ditentukan, " katanya lagi.
Ia menyebut semestinya kepala sekolah dan pejabat terkait mesti jeli sehingga praktik ini tidak berjalan karena juga bertentangan dengan pasal 9 Permendikbud RI Nomor 44 Tahun 2012.
"Di pasal 9 itu disebutkan bahwa sekolah yang diselenggarakan pemerintah, dan/atau pemerintah daerah dilarang mengambil pungutan bagi biaya satuan pendidikan, " tambah dia.
Diakhir wawancara ia berharap agar aparat penegak hukum mengambil langkah tegas, sehingga diketahui siapa aktor intelektual dari praktik yang mengangkangi Permendikbud RI itu.